Tugas Bahasa Indonesia 2 (BERFIKIR INDUKTIF)
BERFIKIR INDUKTIF
Induksi adalah suatu proses
berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk
menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak
dari penelitian dan evaluasi atas fenomena – fenomena yang ada. Karena semua fenomena
harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke
proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu
corak berpikir yang ilmiah.
Induksi
merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang
khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan
yang bersifat umum.
Jalan induksi
mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti
saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya
satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di
antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang
sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Setiap
argumen induktif tidak dapat dikatakan sahih atau tidak sahih, tetapi lebih
baik atau kurang baik, bergantung pada berapa tinggi derajat probabilitasnya
(kebolehjadian) yang diberikan premis pada simpulannya. Semakin tinggi
probabilitas simpulannya semakin baik argumen induktif yang bersangkutan,
begitu pula sebaliknya, dan simpulannya tidak mungkin mengandung kepastian
mutlak. Konklusi induktif tidak akan pernah terbukti benar kecuali bila
meneliti semua premis khususnya.
Pengertian fenomena – fenomena individual sebagai landasan
penalaran induktif harus diartikan pertama – tama sebagai data – data maupun
sebagai pernyataan – pernyataan (proposisi – proposisi). Proses Penalaran yang
induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam – macam variasi yang berturut –
turut akan dikemukakakan dalam bagian – bagian berikut yaitu:
1. Generalisasi
2. Hipotese dan Teori
3. Analogi
4. Hubungan Kausal
5. Induksi dalam Metode Eksposisi
1.
Generalisasi
Generalisasi adalah
suatu proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual untuk menurunkan
suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena. Tetapi sebagai
sudah dikatakan bahwa, proses berpikir yang induktif tidak banyak artinya kalau
tidak diikuti proses berpikir yang deduktif. Sebab itu generalisasi hanya akan
mempunyai makna yang penting, kalau kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah
fenomena bukan saja hanya mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus
berlaku pada fenomena – fenomena lain yang sejenis yang belum diselidiki.
Buat contoh penegasan kita
kembali pada masyarakat Yunani, masyarakat yang sebenarnya merintis kesopanan
manusia. Lama sudah terpendam dalam otaknya Archimedes, pemikir Yunani yang
hidup 250 tahun sebelum Masehi, persoalan: apa sebab badan yang masuk barang
yang cair itu, jadi enteng kekurangan berat? Ketika mandi, maka jawab persoalan
tadi tiba-tiba tercantum di matanya dan kegiatan yang memasuki jiwanya
menyebabkan dia lupa akan adat istiadat negara dan bangsanya. Dengan melupakan
pakaiannya, ia keluar dari tempat mandinya dengan bersorak-sorakkan “heureuka”
saya dapati, saya dapati, adalah satu contoh lagi dari kuatnya nafsu ingin tahu
dan lazatnya obat haus “ingin” tahu itu. Archimedes
menjalankan experiment yang betul, ialah badannya sendiri, yang jadi benda yang
dicemplungkan ke dalam air buat mandi. Dengan cara berpikir, yang biasa
dipakainya sebagai pemikir besar, ia bisa bangunkan satu undang yang setiap
pemuda yang mau jadi manusia sopan mesti mempelajari dalam sekolah di seluruh
pelosok dunia sekarang.
Menurut undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid) terbenam
pada barang cair, maka benda tadi kehilangan berat sama dengan berat zat cair
yang dipindahkan oleh benda itu.Tegasnya kalau berat Archimedes di luar air
umpamanya B gram dan berat air yang dipindahkan oleh badan Achimedes b gram,
maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B gram, melainkan (B-b) gr.
Dengan contoh dirinya
sendiri sebagai benda dan air sebagai barang cair, maka simpulan yang
didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu belumlah boleh dikatakan undang.
Semua benda dalam alam, kalau dicemplungkan ke dalam semua zat cair mestinya
kekurangan berat sama dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh benda itu.
Kalau semuanya takluk pada kesimpulan tadi, barulah kesimpulan itu akan jadi
Undang dan barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh manusia sopan, manusia
yang betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu.
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang
diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk
dari metode berpikir induktif. Contoh:
·
Jika
dipanaskan, besi memuai.
·
Jika
dipanaskan, tembaga memuai.
·
Jika
dipanaskan, emas memuai.
·
Jika
dipanaskan, platina memuai.
·
Jika
dipanaskan, logam memuai.
·
Jika ada udara,
manusia akan hidup.
·
Jika ada udara,
hewan akan hidup.
·
Jika ada udara,
tumbuhan akan hidup.
·
Jika ada udara
mahkluk hidup akan hidup.
2.
Hipotese dan Teori
Hipotesa adalah
sebuah Informasi yang masih belum teruji kebenarannya, sedangkan Teori adalah
sebuah fakta yang tepat dan bisa dipertanggung jawabkan.
Hipotese adalah
semacam teori yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta tertentu sebagai
petunjuk untuk meneliti fakta lebih lanjut. Teori adalah azas – azas yang umum
dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang – kurangnya data dipercaya
untuk menerangkan fenomena – fenomena yang ada. Hipotese merupakan suatu dugaan
yang bersifat sementara mengenai sebab –sebab atau relasi antara fenomena –
fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah di uji dan yang dapat
diterapkan pada fenomena – fenomena yang relevan atau sejenis.
Dengan demikian, walaupun hipotese merupakan cara yang
baik untuk membuktikan fakta –fakta tertentu, suatu waktu hipotese itu dapat
ditolak karena fakta – fakta baru yang dijumpai bertentangan atau tidak lagi
menunjang hipotese tadi. Sebab itu persoalan yang dihadapi adalah bagaimana
merumuskan sebuah hipotese yang kuat. Untuk
merumuskan sebuah hipotese yang baik perhatikan beberapa ketentuan berikut :
Secara maksimal
memperhitungkan semua evidensi yang ada; semakin banyak evidensi yang
digunakan, semakin kuat hipotese yang diajukan (ciri kuantitatif).
Bila tidak ada
alasan – alasan lain, maka antara hipotese yang ada tidak mungkin diturunkan,
lebih baik memilih hipotese yang sederhana daripada yang rumit. Bila menghadapi
seorang mahasiswa yang tidak lulus ujian ,apakah harus mengatakan bahwa ia
tidak lulus karena tidak belajar dan tidak menguasai pelajarannya, atau karena
para dosen menaruh sentiment terhadapnya sehingga memberi nilai yang
menjatuhkannya?
Sebuah
hipotese tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan pengalaman manusia
walaupun mungkin fakta – faktanya meyakinkan (prinsipkohorensi).
Hipotese bukan hanya menjelaskan fakta – fakta yang membentuknya,
tetapi juga harus menjelaskan fakta – fakta lain sejenis yang belum di selidiki.
Hubungan
hipotese dan teori
Hipotesis
ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban alternatif
atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi,
umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di
dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan
dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini bersumber dari teori dan tinjauan
literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Pernyataan hubungan antara
variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan sementara atas
suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka
teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang
tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban
sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam
penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk menguji teori
tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
3.
Analogi
Analogi
atau kadang-kadang disebut juga analogi iduktif adalah suatu proses penalaran yang
bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian
menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hak akan berlaku pula untuk hal
yang lain. Sebab itu sering timbul salah pengertian antara analogi induktif
atau analogi logis, sebagai yang dikemukakan di atas analogi deklaratif atau
analogi penjelas yang termasuk dalam soal perbandingan. Analogi dilakukan
karena sesuatu yang dibandingkan dengan pembandingnya memiliki kesamaan fungsi
atau peran. Melalui analogi, seseorang dapat menerangkan sesuatu yang abstrak
atau rumit secara konkrit dan lebih mudah dicerna.
Analogi
yang dimaksud disini adalah analogi induktif atau analogi logis. Analogi
induktif adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa atau
gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah
kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah sebuah kesamaan
karakteristik diantara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan “apa
yang berlaku pada suatu hal akan berlaku pula untuk hal lainnya” dengan
demikian dasar kesimpulan yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensi yang
berhubungan erat dari dua hal yang di analogikan.
Analogi
induktif atau analogi logis sebagai suatu proses penalaran bertolak dari suatu
kesamaan aktual antara dua hal. Berdasarkan kesamaan aktual itu, penulis dapat
menurunkan suatu kesimpulan bahwa karena kedua hal itu mengandung kesamaan
dalam hal-hal yang penting, maka mereka akan sama pula dalam aspek-aspek yang
kurang penting.
Sebagai ilustrasi mengenai analogi ini perhatikan contoh
berikut :
Nina
adalah tamatan Fakultas Ekonomi Universitas Omega. Ia telah memberikan prestasi
yang luar biasa pada perusahaan Omikron, tempat ia bekerja. Ia telah mengajukan
banyak usul mengenai cara pemecahan atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi
perusahaannya. Pada waktu penerimaan pegawai-pegawai baru, Direktur Perusahaan
langsung menerima Tomi, karena Tomi adalah seorang alumni Fakultas Ekonomi
Universitas Omega, seperti halnya Nina. Semua pelamar-pelamar lain diabaikan
begitu saja. Menurut logika direktur, karena Tomi tamatan Fakultas Ekonomi
Universitas Omega, maka ia pasti juga memiliki kecerdasan dan kualitas yang
sama atau sekurang-kurangnya sama dengan Nina.
Dalam
hal ini ia tidak mengambil keputusan karena data-data yang mengungkapkan siapa
itu Tomi, tetapi ia melihat bahwa Tomi berasal dari Fakultas Ekonomi
Universitas Omega seperti halnya dengan Nina yang telah dikenalnya. Bahwa
Fakultas Ekonomi itu juga mempunyai disiplin yang tinggi. Bahwa para alumninya
juga terkenal dimana-mana. Dan hal itu telah membuktikan dengan prestasi
yang diperlihatkan Nina. Pasti Tomi juga akan memberikan prestasi yang sama.
Analogi sebagai suatu proses penalaran untuk
menurunkan suatu kesimpulan berdasarkan kesamaan aktual antara dua hal itu
dapat diperinci lagi untuk tujuan-tujuan berikut:
Ø Untuk meramalkan kesamaan. Bila dewasa ini kita sering
berbicara mengenai ekologi dan ekosistem, satuan lingkungan hidup antara unsur-unsur
tumbuhan, hewan, manusia, dan berusaha menjaga keharmonisan ekologi tersebut,
maka dapat juga dikemukakan bahwa perpindahan manusia ke suatu lingkungan baru
dapat merusak ekologi tersebut, bukan hanya karena terjadi penebangan hutan dan
sebagainya, tetapi juga hubungan dengan penduduk yang sudah ada dapat
mengganggu ekuilibrium yang ada. Barangkali kita dapat menolak pendapat itu
dengan mengatakan bahwa manusia bukan tumbuh-tumbuhan dan binatang, karena
manusia dapat menyesuaikan diri dengan manusia lainnya. Tetapi kebenaran
mengenai kesimpulan di atas tidak dapat disangkal begitu saja. Maka untuk
itulah manusia-manusia yang hendak memasuki lingkungan yang baru itu harus
mempelajari situasi dan adat kebiasaan penduduk setempat untuk mencegah hal-hal
yang tak diinginkan.
Ø Untuk menyingkapkan kekeliruan. Pada suatu waktu
orang-orang takut berpergian dengan pesawat terbang, karena banyak sekali
terjadi kecelakaan dengan pesawat terbang yang tidak sedikit banyak menimbulkan
korban. Bila demikian sebaiknya orang-orang jangan tidur ditempat tidur, karena
hampir semua manusia yang meninggal normal, menemui ajalnya di tempat tidur.
Kedua pikiran ini sama-sama kaburnya, sehingga perlu ditolak.
Ø Untuk menyusun sebuah klasifikasi. Bila kita mengetahui
mengenai suatu penyakit dengan gejala-gejala tertentu dan belum mengetahui yang
sebenarnya mengenai nama penyakitnya, sekurang-sekurangnya dengan memperhatikan
gejala-gejala yang timbul, penyakit itu dapat diklasifikasikan dalam
kelas-kelass penyakit tertentu. Dan klasifikasi sangat diperlukan dan selalu
dapat diberikan sebelum proses induksi atau deduksi.
Analogi
dalam ilmu bahasa adalah persamaan antara bentuk yang menjadi dasar terjadinya
bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana,
dalam analogi pembentukan kata baru dari kata yang telah ada. Contohnya pada
kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Contoh Analogi :
Kita
banyak tertarik dengan planet mars, karena banyak persamaannya dengan bumi
kita. Mars dan Bumi menjadi anggota tata surya yang sama. Mars mempunyai
atsmosfir seperti bumi. Temperaturnya hampir sama dengan bumi. Unsur air dan
oksigennya juga ada. Caranya mengelilingi matahari menyebabkan pula timbulnya
musim seperti bumi. Jika bumi ada mahluk, tidaklah mungkin ada mahluk hidup
diplanet Mars.
4.
Hubungan Kausal
Hubungan sebab dan akibat
adalah sebuah bentuk fenomenal yang menghasilkan sesuatu dari dampak yang
diakibatkan dari makna kalimat kemudian digabungkan didalam satu kalimat.
Semua peristiwa
yang terjadi di dunia ini terjalin dalam rangkaian sebab akibat. Tidak ada satu
gejala atau kejadian yang muncul tanpa penyebab. Pertama, satu atau beberapa
gejala yang timbul dapat berperan sebagai sebab akibat, atau sekaligus sebagai
akibat didasari gejala sebelumnya dan sebab gejala sesudahnya. Kedua, gejala
atau peristiwa yang terjadi dapat ditimbulkan oleh satu sebab atau lebih, dan
menghasilkan satu akibat atau lebih. Ketiga, hubungan sebab dan akibat dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya ketika seorang ibu
melihat awan menggantung, ia segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya.
Tindakan itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) pertanda
akan turun hujan (akibat). Hujan (sebab) akan menjadikan yang dijemurnya basah
(akibat).
Contoh
:
Masalah pengangguran merupakan
masalah serius yang harus diselesaikan pemerintah, seperti beberapa waktu lalu
diberitakan dimedia cetak dan ibu kota, bagaimana ribuan pencari kerja hars
berdesakan bahkan pingsan untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut laporan media
cetak hal ini terjadi karena dalam waktu dekat ini banyak perusahaan menufaktur
yang akan tutup, sehingga harus melakukan PHK. Selain itu minimnya keahlian
atau rendahnya kualitas SDM menjadi faktor penyebab banyaknya pengangguran di
ibukota.
Agaknya sejarah
timbulnya hubungan antara sebab dan akibat (hubungan kasual) dapat ditelusuri
kembali sampai pada saat mula timbulnya intelegensi manusia. Secara historis
bukti-bukti itu dapat dicatat kembali sejak abad kelima sebelum masehi, dari
seorang filsafat Yunani yang bernama Leucippus, yang mengatakan bahwa Tidak ada
sesuatu terjadi tanpa sebab, tiap hal mempunyai sebab. Dengan mengutip pendapat
filsafat ini, tidak berarti bahwa jauh sebelumnya belum ada pengetahuan tentang
sebab akibat itu.
Untuk tujuan praktis dapat
diterima sebagai dasar bahwa semua peristiwa mempunyai sebab yang mungkin dapat
diketahui, bila manusia berusaha menyelidikinya dan memiliki pengetahuan yang
cukup untuk melakukan penyelidikan itu. Dalam dunia modern ini, kadang-kadang
hubungan antara sebab dan akibat tertentu tidak mudah diketahui. Tetapi itu tidak
berarti bahwa apa yang dicatat sebagai suatu akibat tidak mempunyai sebab sama
sekali.
Pada umumnya hubungan kausal dapat berlangsung dalam tiga
pola berikut:
Ø Sebab
ke akibat
Ø Akibat
ke sebab, dan
Ø Akibat
ke akibat
A. Sebab ke Akibat
Hubungan sebab ke
akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang di anggap sebagai sebab
yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju kepada suatu kesimpulan sebagai
efek atau akibat yang terdekat. Efek yang ditimbulkan oleh sebab tadi dapat
merupakan efek tunggal, tetapi dapat juga berbentuk sejumlah efek bersama-sama,
atau serangkaian efek. Misalnya kalau saya menekan tombol lampu menyala;
Penekanan tombol sebagai satu sebab akan menimbulkan satu efek yaitu lampu
menyala. Tetapi hujan sebagai satu sebab akan menimbulkan efek serentak, yaitu:
tanah-tanah menjadi becek dan berlumpur, selokan penuh banjir, pakaian yang
dicuci tidak lekas kering, mereka yang tidak tahan udara lembab atau dingin
akan jatuh sakit, dan sebagainya. Sebaliknya sebab dan akibat berantai terjadi:
misalnya kenaikan harga minyak menyebabkan para penyalur bahan makanan
menaikkan harga-harga bahan makanan, harga bahan makanan naik menimbulkan
kesulitan hidup, kesulitan hidup dalam semua bidang menyebabkan kaum buruh
menuntun kenaikan upah, dan seterusnya.
B. Akibat ke sebab
Hubungan akibat ke
sebab merupakan suatu proses berpikir yang induktif juga dengan bertolak dari
suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang diketahui, kemudian bergerak
menuju sebab – sebab yang mungkin telah menimbulkan akibat tadi.
Contoh :
Ada seorang pasien
pergi ke dokter karena merasa sakit didadanya. Dokter yang diminta bantuannya
harus menemukan sebabnya untuk memberikan pengobatan yang tepat. Ia menetapkan
bahwa sakit didada pasien disebabkan oleh kanker. Jadi jalan pikiran bertolak
dari akibat yang diketahui (sakit di dada) menuju kepada sebuah sebab (kanker).
C. Akibat Ke Akibat
Hubungan kausal
akibat ke akibat adalah proses penalaran dari suatu akibat menuju suatu akibat
yang lain, tanpa menyebut atau mencari sebab umum yang menimbulkan kedua akibat
tadi.
Contoh :
Terjadi sejumlah
akibat karena turun hujan: tanah-tanah menjadi becek dan berlumpur, selokan
penuh air, jemuran basah kembali, dan sebagainya. Ketika seorang ibu kembali
dari belanja dari pasar yang jauh dari rumahnya, iya melihat tanah menjadi
becek dan selokan penuh air. Melihat kondisi ini, ia lantas mengambil kesimpulan
bahwa jemuran yang seharusnya sudah kering, menjadi basah kembali. Dalam hal
ini, ia sama sekali tidak berfikir bahwa jemuran menjadi basah Karena tanah
yang becek atau kerena selokan penuh air, tetapi semua efek dari suatu sebab
umum yang sama yaitu hujan.
5.
Induksi dalam Metode
Eksposisi
Induksi dalam metode eksposisi adalah
salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang isinya ditulis
dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya
penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Proses
penalaran terbagi atas dua kelas besar yaitu induksi dan deduksi. Masing-masing
corak dapat dibagi lagi menjadi sejumlah corak penalaran yang tercakup dalam
kedua corak utama itu. Dalam uraian mengenai eksposisi telah dikemukakan pula
dalam sejumlah metode. Untuk mengembangkan suatu karangan yang bersifat
ekspositoris. Pada hakikatnya, semua metode ini juga merupakan proses penalaran
yang dapat dimasukkan dalam salah satu corak penalaran utama.
Metode
identifikasi pada prinspinya baru merupakan perumusan-perumusan kategorial
(proposisi kategorial) mengenai fakta atau evidensi yang diketahui mengenai
suatu obyek garapan. Telah dikemukakan bahwa identifikasi adalah suatu strategi
dasar bagi semua metode eksposisi lainnya.
Metode
perbandingan bisa mencakup penalaran yang induktif maupun deduktif. Bila
perbandingan itu dilakukan untuk menurunkan suatu prinsip umum, maka corak
penalarannya bersifat induktif. Dalam hal ini, prinsip umum itu dapat berbentuk
generalisasi, hipotase, atau teori. Tetapi bila perbandingan itu bertolak dari
suatu prinsip umum untuk menunjukkan perbedaan antara dua obyek atau lebih terhadap
prinsip umum tadi, maka corak penalarannya bersifat deduktif.
Metode
klasifikasi juga mencakup kedua-duanya. Bila klasifikasi itu bertolak dari
pengelompokkan sejumlah hal ke dalam suatu kelas berdasarkan ciri-ciri yang
sama, maka ia merupakan induksi. Bila bertolak dari satu kelas umum utnuk
membicarakan ciri-ciri anggota kelas, maka ia menyangkut deduksi. Selanjutnya
karena definisi bertolak dari klasifikasi dengan sendirinya ia mencakup juga
kedua jenis penalaran itu.
Seperti
sudah dikemukakan dalam induksi, analisa kausal termasuk dalam penalaran
induktif. Tetapi, analisa bagian, analisa proses, dan analisa fungsional dapat
bercorak induktif, dan dapat juga bercorak deduktif. Analisa bagian, analisa proses
dan analisa fungsional akan bercorak induktif kalau uraiannya dimulai dari
identifikasi bagian-bagian dengan fungsinya masing-masing menuju kepada suatu
kesimpulan umum mengenai hakikat objek secara keseluruhan. Demikian pula dengan
suatu eksposisi yang dikembangkan dengan metode analisa proses. Sebaliknya bila
uraian itu dimulai dengan suatu pernyataan mengenai hakikat objek garapan itu
secara umum, kemudian penulis berusaha mengkonkritkannya dengan identifikasi
fungsi dari bagian-bagiannya dan proses yang terjadi berkat pelaksanaan fungsi
bagian-bagian itu, maka penalaran yang terdapat padanya adalah deduksi.
Pada tulisan
ekspositoris fakta-fakta diajukan secukupnya untuk mengadakan konkritisasi atas
inti persoalan yang dikemukakan, sehingga para pembaca mengetahui bukan hanya
persoalannya tetapi juga beberapa landasan yang menunjang inti persoalan.
Sebaliknya pada argumentasi fakta-fakta dipergunakan sebagai evidensi, yaitu
sebagai alat pembuktian kebenaran dari persoalan yang dikemukakan. Oleh sebab
itu, cara penggunaan, penyajian, dan jumlah perincian yang disajikan haruslah
sedemikian rupa, sehingga para pembaca diyakinkan mengenai kebenaran
permasalahannya.
Langkah
menyusun eksposisi:
Ø Menentukan topik/tema
Ø Menetapkan
tujuan
Ø Mengumpulkan
data dari berbagai sumber
Ø Menyusun
kerangka karangan sesuai topik yang dipilih
Ø Mengembangkan
kerangka menjadi eksposisi
Referensi atau Sumber :
Gorys
Keraf. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.
https://www.academia.edu/5086030/Filsafat_Ilmu_Berfikir_Induktif_deduktif
Read Users' Comments (0)